SANG PAHLAWAN NASIONAL: MAULANA SYAIKH TUAN GURU KYAI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MADJID BELAJAR DARI KOMITMEN DAN DEDIKASI TERHADAP AGAMA, BANGSA DAN NEGARA (REFLEKSI HULTAH NWDI KE-83)
Oleh:
Dr. TGH.Fahrurrozi Dahlan, QH.SS.,MA
(Alumni Ma’had DQH NW Angkatan 33 (1997) – Dosen FDIK & Pascasarjana
UIN Mataram, Sekretaris Pengurus Wilayah NW Provinsi NTB, Sekretaris
Majelis Ulama Indonesia Provinsi NTB-Anggota Tim Peneliti Pengkaji Gelar
Daerah (TP2GD) Pahlawan Nasional- Kab.Lombok Timur 2014-2015 )
Pahlawan Nasional Maulanassyaikh : Mengapa Negara menganugerahkan?
Dua puluh tahun pascawafatnya Maulanassyaikh tepatnya tanggal 21
Oktober 1997 M dengan perjuangan yang tidak gampang, perjuangan yang
berliku-liku akhirnya pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini
Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo menganugerahkan
penghargaan tertinggi bagi anak bangsa yang memiliki trackrecord
perjuangan untuk agama, bangsa dan negara berupa gelar Pahlawan Nasional
kepada Putra Terbaik Bangsa khususnya Putra Nusa Tenggara Barat, pada
tanggal 6 November 2017 yaitu Maulanassyaikh TGKH.Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid al-Anfanany al-Masyhur. Tercatat dalam lembaran Sejarah
Negara dalam keputusan Presiden RI Nomor: 115/TK/ TAHUN 2017, Tentang
Penganugerahan Pahlawan Nasional tanggal 6 November 2017 bahwa
pengakuan negara atas jasa dan perjuangan Maualanassyaikh bukanlah
semata penghargaan tertinggi, tapi yang paling tinggi justru bagaimana
para generasi pelanjutnya mampu mengembangkan visi misi kebangsaan dan
keagamaan yang belum tuntas dilaksanakan oleh Sang Pahlawan Nasional,
atau minimal mempertahankan visi misi dan amal shaleh yang telah
ditorehkan oleh beliau selama lebih setengah abad mengabdi untuk agama,
nusa dan bangsa.
Untuk memperdalam keyakinan kita selaku warga Nahdiyyin- Nahdhiyyat –
Warga Negara Indonesia secara umum atas kifrah dan perjuangan
Maulanassyaikh terhadap agama, nusa dan bangsa, sehingga dianugerahkan
Pahlawan Nasional oleh negera. Patut kita cermati secara mendalam
alasan-alasan filosofis-normatif, sosiologis-empiris baik yang dikatakan
lansung maupun yang dilaksanakan oleh Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin
Abdul Majid, berikut sedikit ulasan tentang hal tersebut yang penulis
urai secara singkat.
Menurut hasil riset dan pembacaan penulis, ada beberapa alasan utama
Maulanassyaikh memiliki kepantasan dan kepatutan menjadi Pahlawan
Nasional, minimal ada tiga hal utama yang melatarbelakanginya:
Pertama: Pemikiran Intelektualitas dan Kharisma keulamaan
Lombok dan Indonesia dikenal dunia karena Ulama’nya disebut di mana
mana. Artinya alangkah besar jasanya Ulama semisal Maulanassyaikh
mempromosikan Indonesia di belahan dunia dengan gratis tanpa bayar.
Dinas pariwisata terbantukan karena sebab keilmuan para ulama. karya
karya ilmiahnya dibaca di seantero belahan dunia. Tak diragukan
sedikitpun tentang kiprahnya dalam aspek ini.
Penting untuk dicermati selogan organisasi Nahdlatul Wathan yang
dicetuskan lansung oleh Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid
yang berbunyi: Turahhibu bi al-hadîts wa tahtarimu al-qadîm wa tarbitu
bainahumâ. Selogan NW: Merespond yang Baru (inovasi)-Menghargai yang
lama (refleksi tradisi) dan Mensinergikan kedua-duanya (Moderasi).
Selogan ini sejalan dengan selogan yang dipopulerkan oleh Organisasi
Nahdlatul Ulama, al-Muhâfazhah alâ al-qadîm al-shâleh wa al-akhzu bi
al-jadîd al-ashlah.
Berdasarkan Statemen Maulanasyaikh TGKH. M.Zainuddin Abdul Madjid di
atas. Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid menegasikan kekhasan
pikiran intelektualitasnya pada 4 pilar pemikiran (fikrah-afkâr).
Pertama: al-Fikrah al-Nahdhiyyah (Pemikiran kebangkitan) yang mencakup:
1) al-Nahdhah al-Tarbiyyah [kebangkitan edukasi formal kelembagaan]
Kalau Nanda Memang Setia
Pasti Selalu Siap Siaga
Membantu Ayahanda Membela Agama
di Bulan Bintang Bersinar Lima
(Wasiat Renungan Masa pengalaman Baru Bait no. 162)
“NWDI dan NBDI-mu
Jalan menuju kelangit ilmu
Terus kebulan sampai bertemu
Sinar yang lima nyinari penjuru ( w.101. h.119 )
Identitas Ke-Nahdhatul Wathan-an yang diajarkan oleh pendiri NWDI, NBDI
dan NW merupakan identitas kelembagaan khas sebagai cerminan pemikiran
keagamaan Maulanassyaikh yang tidak dimiliki oleh organisasi lain. Salah
satu inovasi dan improvisasi yang dilakukan oleh beliau TGKH.M.
Zainuddin Abdul Madjid adalah meletakkan identitas lembaga pendidikan
dibawah naungan organisasi Nahdhatul Wathan dengan lebel “NW“ seperti
Yayasan Perguruan NW mulai dari tingkat paling rendah sampai jenjang
yang paling tinggi, seperti TK NW, SD NW, MI NW, MTs NW, MA
NW/SMA/SMK/MAK NW dan STKIP NW, STMIK NW, IAIH NW, UNIV NW.
Identitas dengan penegasan lebel “NW“ di lembaga pendidikan memberikan nilai filosofis sebagai berikut:
a. Peneguhan akan esistensi kelembagaan sebagai barisan yang tidak terpisahkan dengan organisasi NW
b. Penegasan akan identitas kelembagaan yang secara aplikatif bergantung kepada organisasi NW
c. Pola pembinaan yang koordinatif dengan organisasi NW yang secara tegas menunjukkan identitas kelembagaannya.
d. Mempermudah pola komunikasi dan jaringan koordinasi pembinaan yang
dilakukan oleh pengurus organisasi NW mulai dari Pengurus Besar sampai
Pengurus Ranting.
Adanya identitas mempermudah pembinaan dan pemberdayaan dalam segala
lini oleh pemangku kebijakan di tingkat organisasi NW. Hemat penulis
hanya organisasi NW yang memberikan lebel langsung di setiap lembaga
kependidikan maupun lembaga sosial, ekonomi dan seterusnya. Jadi,
identitas ke-NW-an pada setiap lembaga pendidikan, sosial, ekonomi,
budaya memberikan makna penegasan terhadap ruh perjuangan ke-NW-an bagi
lembaga dan pengelolanya.
2) al-Nahdhah al-Ijtimâiyyah [kebangkitan sosial]
Aspek kebangkitan sosial ini, Maulanassyaikh memulainya dari suku
beliau sendiri Sasak sebagai perwujudan hadis Nabi (Ibda’ binafsik
tsumma biman ta’ulu) Mulai dari diri sendiri keluarga dan sukumu sendiri
baru ke yang lain). Kesukuan ini menjadi perhatian serius
Maulanassyaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
selama hidupnya. Ini disebabkan oleh beberapa faktor: Pertama, Pulau
Lombok merupakan basis inspirasi yang menuntunnya untuk menuntut ilmu
dan melakukan dakwah Islamiyah. Fenomena kemasyarakatan dan keberagaman
masyarakat yang dilihat dan diamati kemudian mendorongnya berbuat untuk
kepentingan masyarakat Pulau Lombok. Kedua, lingkungan terdekat dan
terpenting dari obyek dakwahnya adalah masyarakatnya sendiri, yang
diatur secara bertahap mulai dari keluarga, kerabat, sanak saudara,
saudara dekat, saudara jauh, hingga meluas menjadi masyarakat secara
umum. Ketiga, ketika ia hendak memutuskan untuk menetap lebih lama di
Saudi Arabia untuk berkhidmat kepada gurunya, ia diperintah langsung
pulang ke tanah kelahirannya, karena tempat itu lebih membutuhkannya
dibandingkan Saudi Arabia. Ini berarti perhatian terhadap masyarakatnya
secara tidak langsung merupakan bentuk dari tanggung jawab moralnya
kepada Sang Guru.
Metodologi berpikir Maulanassyaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid terhadap fenomena Sasak adalah dengan bercermin
pada sejarah Sasak itu sendiri. Tergambar ia sangat memahami
historisitas Sasak dan tipologi masyarakatnya. Dari telaah inilah
kemudian ia merumuskan pemikiran–pemikirannya tentang Sasak. Citra
sejarah Sasak, menurutnya adalah sebuah perjalanan sejarah yang
menunjukkan pentingnya kedudukan Islam dalam tata kehidupan masyarakat
Sasak. Setidaknya dimulai setelah runtuhnya paham animisme maupun
antropomorfisme (pengenaan ciri–ciri manusia pada binatang atau benda
mati) di kalangan masyarakat Sasak sebagai konsekuensi dari keberhasilan
proses Islamisasi. Sehingga tidak pelak lagi, Islam menjadi sangat
lekat dalam kehidupan masyarakat Sasak. Sebagai indikator bagaimana
konseptualisasi pemikirannya tentang Sasak dapat disimak dari untaian
bait–bait syair dalam wasiatnya : Rasyid berkata di satu malam, Lombok
serambi Masjid al-Haram, Sejak dibangun bernafas Islam, Oleh putra
Sulthanul Iman. Bahwa di Lombok sebelum ini, Paham animis anutan asli,
Sewaktu–waktu didatangi da’i, Akhirnya lahir Sulthan Rinjani (Wasiat
Renungan Massa).
3) al-Nahdlah al-Dakwatiyah [kebangkitan dakwah].
Secara makro, eksistensi dakwah senantiasa bersentuhan dengan realitas
yang mengitarinya. Dalam persepektif historis, pergumulan Islam dengan
realitas sosio-kultural menjumpai dua kemungkinan. Pertama, dakwah Islam
mampu memberikan out-put (hasil, pengaruh) terhadap lingkungan, dalam
arti memberi dasar filosofis, arah, dorongan, dan pedoman bagi perubahan
masyarakat sampai terbentuknya realitas sosial baru. Kedua, dakwah
Islam dipengaruhi oleh perubahan masyarakat dalam arti eksistensi, corak
dan arahnya. Ini berarti bahwa aktualisasi dakwah ditentukan oleh
sistem sosio-kultural. Dalam kemungkinan yang kedua ini, sistem dakwah
dapat bersifat statis atau ada dinamika dengan kadar hampir tidak
berarti bagi perubahan sosio-kultural. (Amrullah Ahmad, 1985: 2)
Nahdatul Wathan dan sinar limanya, membuktikan bahwa cahaya ilmu
Nahdhatul Wathan tidak akan pernah sirna, (patah tumbuh hilang
berganti), majelis-majelis pengajian dan dakwah yang dikembangkan di
organisasi dapat dipetakan menjadi dua kategorisasi:
Pertama; Majelis Dakwah Hamzanwadi; Majelis dakwah yang lansung
didirikan dan dibina oleh Maulanassyeikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid.
Majelis dakwah ini menyebar ke seantero NTB bahkan ke Luar Daerah.
Kurang lebih 65 tahun Maulanassyeikh membina majelis dakwahnya
membuktikan bahwa cahaya NW terpancar dari segala penjuru. Mulai dari
timur sampai ke barat bahkan di Makkah sana, cahaya NW terus menerus
memancarkan cahayanya kepada siapapun. Ini membuktikan bahwa lambang
organisasi NW berupa Bintang Bulan bersinar sinar lima, akan terus
bercahaya sepanjang masa, melalui majelis-majelis dakwah NW.
Kedua; Majelis Ta’lim Nahdatul Wathan. Kategori majelis ta’lim ini
adalah majelis yang dipimpin dan dibina lansung oleh abituren-abituren
NW atau Murid-murid Maulanassyeikh yang telah memiliki kapasitas dan
kapabilitas. Artinya bahwa majelis yang dibina oleh murid-murid
maulanasyeikh di mana dan kapan saja terus menjadi barometer
keberhasilan maulanassyeikh mempersiapkan kader-kader pelanjutnya. Saat
ini sudah ribuan majelis ta’lim NW yang berkembang di mana-mana, majelis
yang berfungsi sebagai wadah penggemblengan ummat, pengkaderan
generasi, sekaligus menjadi benteng ketahanan agama dari resistensi dan
distorsi.
Khairiyyah Nahdlatul Wathan dari segi ini sangat besar andilnya dalam
mencetak kader-kader pejuang Islam dan pejuang Organisasi NW, di mana
melalui majelis-majelis pengajian, tercipta suasana keislaman yang
harmonis, terciptanya pemahaman masyarakat terhadap ajaran agamanya, dan
sekaligus terwujudnya perubahan sosial bahkan transformasi sosial dari
majelis-majelis pengajian NW.
Dakwah Nahdlatul Wathan sudah dirasakan oleh Ummat NTB dan Ummat
Indonesia, di mana dakwah NW baik secara kultural maupun struktural
telah merambah ke semua elemen kehidupan masyarakat, terutama pada ranah
pemahaman keagamaan masyarakat yang relatif membaik dari tahun ke
tahun. Dengan demikian, Majelis Dakwah maupun Majelis ta’lim Nahdhatul
Wathan harus terus eksis dan berjaya di tengah-tengah masyarakat, karena
itulah modal sosial yang paling efektif dalam rangka mewujudkan
manusia-manusia unggul dan kompetitif.
Kedua: al-Fikrah al-Wathaniyyah: Pemikiran kebangsaan; Pemikiran
ke-Indonesia-an dengan istilah Bilâdy Indunisiyya, Wathâny. Tersebut
dalam untaian lagu-lagu karya Maulanassyaikh TGKH. M.Zainuddin Abdul
Madjid. Kemudian pemikiran ke-Sasak-an primordialisme kesukuan untuk
mempertegas identitas dan asal pijakan peradabannya semisal Anti yâ
Fancûr bilâdy, Ya fata Sasak bi Indonesia.
Coba cermati pemikiran cemerlang Maulanassyaih tentang pemikiran
kebangsaan dan pemikiran Islam Nusantara, sebagai mana tercermin dalam
ungkapan bait-bait wasiat beliau: Nahdlatul wathan berjalan terus,
Siang dan malam tidak terputus, Meskipun dahsyat gelombang arus, Dalam
lindungan ilahi Quddus (Wasiat Renungan Massa, No. 23) Aduh sayang!
Nahdlatul Wathan ciptaan ayahda, Ku amanatkan kepada anakda, Dipelihara
dan terus dibina, Dan dikembangkan di Nusantara. (Wasiat. No. 39. h. 34)
Aduh Sayang! Siarkan Hizib sampai merata, Agar banyaklah pendo’a kita,
Mendo’a Negara, Nusa dan Bangsa, Mendo’a Islam se- Nusantara. (Wasiat.
No. 52. h. 83). Aduh sayang! Ayahda tabligh di malam sunyi, Hadapi
lautan, makhluk insani, Agar tersebar ajaran ilahi, di Nusantara dan
Luar Negeri (Wasiat. No. 218) Aduh sayang! Duplikat Ngampel dan
Kalijaga, Berlaku lebih tiga bulan nyata, Memancar sinar di Nusantara,
Menghidupkan Iman bersinar Taqwa (Wasiat. No. 203)
Untaian wasiat di atas menunjukkan betapa konsistent dan komitment
Maulanassyaikh yang tinggi terhadap gerakan pemikiran, dan pergerakan
kebangsaan yang dilandasi dengan semangat organisasi NW yang menjadi
lokomotif perjuangan di tengah-tengah dinamika sosial keummatan dan
kebangsaan yang mengitarinya saat itu.
Ketiga: al-Fikrah al-Siyâsiyah, pergolakan politik kebangsaan pemikiran
kemerdekaan, pemikiran politik demokrasi Pancasila. Ini terlihat dalam
dialektika dinamika politik Maulanassyaikh (1955-1997).
Coba cermati dengan seksama pemikiran-pemikiran politik kebangsaan dan
politik keummatan maulanassyaikh tertuang secara jelas dalam karya besar
beliau Wasiat Renungan Masa, cetakan 1980, sebagai berikut:
Ajibnya terkadang di partai Islam, Berpura-pura membela Islam, Aktif
keliling siang dan malam, Membela diri melupakan Islam (Wasiat. 142. h.
55) Karena kafir tak pantai Bersyukur, Penuh khulaya’ Hasad Takabbur,
Tidak hiraukan teman dan Batur, Semau-maunya berpolitik Catur (Wasiat.
No. 152). Janganlah nanda dibikin bubur, Oleh pemain politik catur,
Diperalat untuk melawan batur, sehingga Ukhwah hancur dan lebur (Wasiat.
No. 152.h.165) Banyak sekali berlidah Madu, Berhati Pahit Bagai Empedu,
Berpolitik ”Membelah Bambu”, Tujuannya ummat jangan Bersatu. (Wasiat.
No. 166. h.165), Politik satu ditambah satu, Ditambah satu sama dengan
satu, Dilancarkan oleh golongan tertentu, Membela Nafsu membela Hantu
(Wasiat. 168.h. 62) Kalau Iman seorang tidak di dalam, Politik Juangnya
hanya Menghantam Asalkan Dunia dan Fulus digenggam, Tidak perduli
Taqwanya Tenggelam (Wasiat. 190.h. 62) Lisan Politik dan Tukang Dongeng,
Pandai memikat jutaan Kepeng, Menawan menteri berumah genteng, ‘SEMET
BULU MAU’ BANTENG” (Wasiat. 190. h. 141) Dalam politik bermain curang,
Kekiri kanan aktif menendang, Sehingga tak segan membayar hutang,
Dengan NW nya pada seorang (Wasiat no. 53. h. 46) Si keranjingan gila
politik, Lupa dirinya kejungking–balik, Iman taqwanya hilang geritik,
Na’uzubillah mimma hunalik (Wasiat No. 113. h. 46), Agama bukan sekedar
ibadah, Puasa sembahyang di atas sajadah, Tapi agama mencakup aqidah,
Mencakup syari’ah mencakup hukumah (Wasiat No. 78. h. 46)
Konsep politik kebangsaan Maulanassyaikh sangatlah jelas, demi
kemashlahatan ummat dan agama. Politik maulanassyaikh adalah gerakan
pendidikan politik keummatan, politik berdasarkan kepentingan yang lebih
umum, dan kepentingan Islam. Maka tidaklah menjadi soal, pindahnya
Maulanassyaikh dari suatu partai ke partai yang lain, taruhlah seperti
Dari Masyumi, Parmusi, PPP, dan Golkar merupakan dialektika pemikiran
politik Maulanassyaikh yang diikat oleh situasi dan kondisi keummatan
dan kebangsaan. Maka sangatlah tidak tepat menyebut sistem politik
Maulanassyaikh Pragmatisme- Fungsional, namun sesungguhnya politik
Maulanassyaikh merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi Ummat
dan khususnya Kader Nahdlatul Wathan. Justru karena kepiawian
Maulanassyaikah memainkan ide-ide kebangsaan dan keummatan di pentas
nasional, membuktikan diri Maulanssyaikh sebagai sosok yang sangat
kharismatik dan berkontribusi optimal terhadap perkembangan dan kemajuan
bangsa, di saat Bangsa dan Negara membutuhkan pemikiran cerdas dan
SMART dari anak bangsa era awal kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Inilah Dokumen sejarah yang tak terbantahkan oleh siapapun tentang
kiprah politik kebangsaan dan politik keummatan Maulanassyaikh di
Pentas Nasional.
Coba perhatikan fikrah diniyyah Maulanassyakh, dalam statement-statement
inovatif dan produktif, penulis rangkum dalam makna-makna lagu yang
disusun beliau, sebagai berikut:
Salah satu ciri khas NW adalah bersenandung lagu patriotisme. Lagu
pembangkit semangat yang tidak banyak Tuan Guru yang mempopulerkan dan
menjadikan sebagai media pembelajaran dan media dakwah. Terhitung Lebih
dari 20-an Karya Maulanassyaikh dalam bentuk sajak dan syair. Satu di
antara yang banyak itu adalah Lagu: Hayya Ghanu Nasyidana: Mari Kita
Bersenandung.
Pertama: Lagu Ini diajar lansung oleh Maulanassyaikh kepada murid-murid
di Ma’had DQH. Beliau menyebut lagu ini dengan lagu Khalid bin Walid.
Lagu penggerak perjuangan. Penulis bisa maknai kenapa beliau menyebut
Lagu Ini Lagu Khalid bin Walid. Penyemangat untuk berjuang pantang
menyerah.
Kedua: Lagu Ini dipopulerkan pada 4 atau tiga tahun menjelang wafatnya
Maulanassyaikh dan selalu dibaca diakhir pengajian Beliau. Beliau
sepontan selesai mengaji lansung bersenandung Hayya Ghanu Nasyidana.
Kitapun serentak menyahut dan menyambut senandung Lagu Ini.
Pertanyaannya, fahamkah kita kenapa lagu Ini dipopulerkan di akhir-akhir
hayat Beliau, padahal lagu Ini beliau susun di tahun 1960-an seiring
dengan lagu-lagu antiya fancor. Ya man yarumu. Nahdlatul wathan setia.
Penulis mencoba menganalisanya dengan pendekatan analitis teks/wacana
kritis yang dipadukan dengan pendekatan etis santrisme.
Ketiga: Hayya Ganuu. panggilan kolektif dan kebersamaan. Maulanassyaikh
faham akan pentingnya kerja kolektif dan kebersamaan. Tidak akan sukses
sebuah organisasi tanpa kolektivitas. (Jamaah wa jam’iyyah.) Keempat:
Nasyiidana: Lagu kita. Lagu untuk kita. Bersenandung bersama, dalam
perjuangan suka duka harus ditanggung bersama. Kebahagiaan harus
dirasakan oleh semua orang. Kelima: Yaa Fata Sasak. Duhai pemuda
Sasak. Panggilan komunitas dan panggilan primordialisme sebagai
identitas Beliau sebagai orang Sasak yang telah tersibghoh dengan
berjuta pengalaman tapi tidak melupakan dari mana asal muasal Beliau
berangkat shigga menjadi orang terpandang. Keenam; Sasak bi Indonesia.
Menjelaskan eksistensi pemuda Sasak yang terus berkiprah untuk Indonesia
bahkan Nusantara bahkan dunia. Penyebutan Sasak bi Indonesia. Sangat
memungkinkan Anak Sasak memimpin Indonesia atau mempertegas komitment
entitas dan identitas yang harus mampu bersaing di tengah keterpurukan
pemuda Sasak saat itu.
Ketujuh: Ballighil ayyyama wallayaaliya: pemuda Sasak harus ambil posisi
sebagai penyampai misi visi keagamaan dan kebangsaan yang tak kenal
siang dan malam. Tak kenal lelah dan menyerah. Kedelapan: Nahnu
Ikhwanusshofa: kita adalah kelompok Ikhwanusshofa. Kelompok cerdik
pandai yang intelektual sufistik yang terdidik dan tercerahkan.
Penisbahan kita orang Sasak dengan Ikhwanusshofa memberikan arti kita
harus berpikir visioner dan konstruktif demi sampainya misi visi Menuju
Indonesia yang terdidik. Menggambarkan heriok tokoh-tokoh pemikir guna
menjadi panduan dan teladan untukmu Yaa Fata Sasak. Kesembilan: Kulluna
alal wafa. Kita dalam loyalitas yang sama dan dedikasi yang tak
ternilai. Loyal dan dedikasi menjadi prasyarat untuk meraih visi misi
kejayaan. Tidak ada artinya berorganisasi jika tidak loyal kepada
pimpinan organisasi. PB NW namanya. Tak usah terlalu berlebihan untuk
menjadi number One di Indonesia jika kita tidak berada dalam loyalitas
[Kulluna Alal Wafa]. Intinya Ini kita harus Wafa atas pimpinan yang
terlegalkan secara agama dan negara. Agar mulus kita menuju Yaa Fata
Sasak Bi Indonesia. [harapan maulana]. Kesepuluh: Fastaiz bihizbina
yahya. Bangkitlah melalui organisasi kita Sehingga kita sukses. Sukses
bersama organisasi kita duhai Fata Sasak. Kesebelas. Lalalala nubaly
lalala numaly. Pengikraran dan pengutan komitment untuk tidak pantang
menyerah dan tak boleh berhenti berjuang. Keduabelas: man yas’a lil
maaly laa yakhsya min Khusuumy. mau sukses ke derajat yang tinggi.
Takkan gentar dari cengkraman orang-orang yang dengki. Jika masih
dengki. Masih iri masih saling hukumi masih saling hujjat. Yaqinlah
tidak kesampaian Maaly untuk Fata Sasak bi Indonesia itu. Subhanallah.
Mukasyafah- terawangan Maulanassyaikh terbukti di akhir zaman Ini.
Ketigabelas: Indonesia. Lagi-lagi Maulanassyaikh menyebut Indonesia. Ada
apa dengan Sasak dan Indonesia?. Anty ramzul ittihaady. Indonesia
adalah lambang persatuan dan kesatuan. NKRI adalah harga mati. Maka
raihlah Duhai Fata Sasak bi Indonesia! Keempatbelas: Sasak Indonesia.
Peneguhan diri bahwa Sasak hanya identitas kesukuanmu, tapi yang
terpenting adalah Ilal amam sir laa tubaaly (Maju jangan menyerah dalam
meraih cita cita perjuangan). Lakil fidaa Yaa ittihaady. Tebusanku
adalah bersatu. Kelimabelas: inilah rahasia kenapa Lagu Ini didengungkan
diteriakkan setiap hari oleh Maulanassyaikh agar kita insaf dan sadar
akan arti Sasak, Pemuda, Organisasi dan persatuan sesama nahdiyyah
-wathaniyah – indonesiyyah wa islamiyah. Inilah perenungan penulia atas
Lagu yang penulis ikut berteriak di depan Maulanassyaikh 20 tahun silam.
Keempat: al-Fikrah al-Diniyyah al-Islamiyyah mencakup aqidah dipilih ahl
al-Sunnah wa al-jamâah, teologi Asy’ariyyah dan dimensi syariah dipilih
mazhab al-Imam al-Syafii sedangkan Tasawuf dipilih oleh Organisasi
Nahdlatul Wathan adalah Junaidal-Baghdady dan al-Imam al-Ghazali.
Dengan demikian Organisasi Nahdhatul Wathan sesungguhnya bergerak dalam
ranah: rabbaniyah, nabawiyyah, insaniyah, ummatiyah, kauniyah, alamiyah
yang dikemas dalam bingkai Washatiyah Islam (moderat).
Coba kita dalami model tasawuf yang dikembangkan oleh Maulanassyaikh
TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid adalah ajaran tasawwuf yang dikembangkan
oleh al-Ghazali dan Junaid al-Bagdadi. Tidak hanya itu, dari do’a yang
terdapat dalam Hizib juga beliau menganut tasawuf Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailany dan Syaikh Syadzili. Salah satu bukti pengaruh syaikh Abdul
Qadir Jailany dalam pribadi Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin AM yang
bukan hanya dalam hal ilmu, adalah adanya salah satu do’a dari Sulthan
Al-Auliya’ tersebut yang dibaca dalam hizib Nahdlatul Wathan. Dalam
tataran tasawuf khususnya, wilayah Lombok sangat melekat dengan praktek
tasawuf yang melepaskan diri dari dimensi syari’at yang sempurna. Mereka
banyak berkeyakinan bahwa dalam peribadatan cukup hanya dengan
berthariqat saja, karena dengan thariqat tersebut takan dapat
mengantarkan mereka kepada kebebasan dalam menjalankan syari’at. Pada
dimensi ini juga muncul aliran tasawuf atau thariqat “syetan”(meminjam
istilah Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin AM) yang disebarluaskan oleh
seorang yang telah bergelar Tuan Guru dari para pengikutnya. Padahal
thariqat yang mu’tabarah diperkosa (dalam bahasa Maulanassyaikh TGKH.M.
Zainuddin AM). Diantara praktek sesat yang dilakukan adalah dengan
meninggalkan dimensi penting Islam yaitu syari’at seperti shalat lima
waktu dan lainnya. Antara syari’at, thariqat dan hakikat, semuanya tidak
dapat dipisahkan. Dalam hal ini Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin AM
mengatakan bahwa syari’at itu merupakan uraian, thariqat merupakan
pelaksanaan, haqiqat merupakan keadaan, dan ma’rifat merupakan tujuan
pokok, yakni pengenalan tuhan. Ia juga menganalogikan syari’at ini
sebagai sebuah sampan/perahu, thariqat sebagai lautan, dan haqiqat
sebagai mutiara.
Berikut pemikiran keagamaan Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin AM,
tercermin dalam konsep di mana NW menganut mazhab ASWAJA (ahlu Sunnah
wal jama’ah) yang memiliki pandangan sendiri terhadap pemimpin, seperti
“Al-Zarqani mengutip pendapat Imam Malik dan Jumhur ahli Sunnah
mengatakan bahwa bila seorang pemimpin berbuat zalim terhadap yang
dipimpinnya, maka ketaatan lebih utama dari pada menentangnya. Tindakan
menentang berimplikasi munculnya rasa takut, terjadinya pertumpahan
darah, berkobarnya peperangan dan menyebabkan kerusakan, dalam hal ini
dituntun kesabaran terhadap ketidakadilan dan kefasikan”. Dan juga
Al-Mawardi dalam kitab ahkam sulthaniyah-nya jelas mengatakan “Loyalitas
rakyat terhadap pemimpin menurut al-Mawardi adalah rakyat wajib
mematuhi dan mendukung kebijaksanaan pemimpin jika ia telah menjalankan
kewajibannya dan memenuhi hak rakyat. Jika pemimpin telah menjalankan
hak-hak umat, lalu ia telah menunaikan hak-hak Allah Swt baik yang
berkenaan dengan hak-hak manusia maupun kewajiban yang harus mereka
emban. Saat itu pemimpin mempunyai dua hak atas rakyatnya, yaitu: taat
kepada pemerintahnya dan membantunya dalam menjalankan roda
pemerintahan dengan baik, selama ia tidak berubah sifatnya.”Sikap NW
sejalan dengan pemikiran al-Mawardi, karena kitabnya juga menjadikan
rujukan yang dipelajari di pesantren-pesantren di bawah naungannya.
Akhirnya, NW salah satu organisasi yang memiliki masa besar serta sumber
daya manusia yang bagus. NW memiliki posisi yang strategis dalam
mengambil peran serta menjaga keutuhan NKRI. dan NW harus selangkah
seayun bersama negara, organisasi lain dalam mendesain Islam yang ramah,
santun dan rahmatan lil’alamin. Organisasi Nahdlatul Wathan sebuah
Organisasi kemasyarakatan Islam yang mengambil zona geografis di wilayah
Nusantara. Maka Islam ala Nahdlatul Wathan adalah perjuangan dan
pengumulan dialektika keagamaan dalam wajah Islam Nusantara yang
akomodatif terhadap realitas tanah air (al-waqaiyyah al-wathaniyah).
Organisasi Nahdlatul Wathan dapat berkembang di Nusantara sedikit banyak
dipengaruhi oleh ideologi dan asas organisasi yang dianutnya, yaitu
ideologi ahl sunnah wal jamaah berupa anutan fiqih syafi’iiyah dalam
syariah, teologi As’ariah dan Maturidiyah dan Ghazali dan Junaidi
al-Baghdady dalam anutan sufistik.
Kedua: Dedikasi terhadap Bangsa dan Negara
Konsep Maulanassyaikh tentang Negara dan Bela Negara sudah final,
terlihat dari ungkapan-ungkapan tertulis Maulanassyaikh dalam bait-bait
syair- lagu yang disusun sendiri oleh beliau: Nahdlatul Wathan setia,
Nahdlatul Banat sedia, Ngurasang batur si’ pidem, Nde’ ne ngase leat
kelem 2x. Bangsaku pacu beguru, Bangsaku ndak te bemudi. Pete sangu jelo
mudi 2x. (Anak negeri bersungguhlah, spanjang malam berjagalah,
Negeriku, ruhku tebusan, dari setiap kesesatan). Coba perhatikan redaksi
dari lagu-lagu yang dikarang oleh Maulanassyaikh ini, betapa besar dan
kuatnya komitment kebangsaan beliau, betapa gigihnya beliau terhadap
Agama Nusa dan Bangsa.
وَطَنِى رُوْحِيْ فَدَاءٌ لَكِ مِنْ كُلِّ الضَّلَال انْتِ رَمْزُ
الْإِتِّحَادِ ا نْدُوْنِيْسِــيَ يَــا إِتِّحَـــادِ سَاسَكْ
إِنْدُوْنِيْسِيَا الَى الْأَمَامْ سِرْ لَاتُبَـالِى لَكِ الْفِدَايَا
إِتِّحَادِى
Indonesia, Engkau simbol persatuan, Persatuan, Sasak Indonesia, Maju terus jangan hiraukan Engkau perisai persatuan
Sebagai bukti dedikasi dan pengabdian Maulanassyaikh terhadap kemajuan
bangsa dan negera, terlihat dalam komitmen dan peneguhan prinsip beliau
dalam membela negara, sebagaimana tercantum dalam lagu Kami Benihan NW
(Generasi Penerus NW): Kami benihan Nahdlatul Wathan yang setia,
Mengorbankan jiwa membela Nusa dan Bangsa, Agar umat seluruh bersatu
raga, Marilah kita hindarkan pengaruhnya setan durhaka, Teguhkan hati
janganlah mundur, Walau setapak kaki….
Kata Mengorbankan jiwa membela Nusa dan Bangsa,membuktikan betapa
kuatnya komitmetment kebangsaan yang dikembangkan oleh Maulanassyaikh
kepada murid-murid beliau dan warga Nahdhiyiin-Nahdhiyyat, kaum
muslimin-muslimat. Ini sekali lagi pemikiran kebangsaan dan keindonesian
Maulanassyaikh sudah final.
Lebih tegas lagi Maulanassyaikh mempertegas kebangsaan beliau dengan
menyebut Pancasila sebagai dasar negara. Dengan demikian, NW mempertegas
identitas kebangsaannya dengan menyatakan Pancasila sebagai dasar
negara sekaligus mempertegas bahwa Indonesia adalah NKRI yang tidak
mengenal negara khilafah, darul islam dan sejenisnya. Perhatikan dengan
seksama ungkapan Maulanassyaikh dalam lagu Mars Nahdlatul Wathan
sebagai berikut: Mars Nahdlatul Wathan, Nahdlatul Wathan lembaga kita,
Lembaga pendidikan ilmu agama, Mendidik putra dan putri kita, Agar
menjadi insan yang bertaqwa, Pancasila dasar negara kita, Ketuhanan
adalah sila yang utama, Mengabdi kepada negara dan bangsa, Dengan iman
tertanam dalam dada, Marilah kita tetap berjuang menuju cita-cita,
Mencapai negara yang adil dan makmur, Dengan keridlaan yang maha esa,
Nahdlatul Wathan tetap dalam pengabdiannya, Ikut membina umat beragama,
Sebagai ummat yang beragama, Harus menjadi tauladan yang mulia, Ikut
serta membina keutuhan bangsa, Utuh jasmani serta rohaninya. (Lagu Karya
Maulanassyaikh, 1982).
Ketegasan Maulanassyaikh tentan Pancasila sebagai dasar negera, juga
dijelaskan lansung melalui lisan mulia beliau dalam sebuah pengajian di
Mushalla Al-Abrar tahun 1982, sebagai berikut: Agama dan bangsa
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat kita pisah-pisahkan. Di dalam
Agama kita ada Undang-undang kita berupa al-Qur’an dan al-Hadis yang
kemudian dijelaskan oleh ijma’ atau konsensus Ulama yang ahli di
bidangnya masing-masing kemudian jika tidak ditemukan hukum dalam
al-Qur’an maupun al-Hadis maka digunakanlah hukum Qiyas (Analogi Hukum)
sebagai produk ijtihad para ulama. Nah, Kalau seandainya kita misalkan,
(agen ante pade becat paham maksudke jelasang antepade-agar kalian semua
cepat memahaminya), Negara kita Indonesia ini, agamante (Agama Kita
Islam), tentu Indonesia punya dasar negara yang menjadi pemersatu
bangsa, itulah Pancasila- anggep wah Pancasila ino Al-Qur’an)-anggap
saja Pancasila itu “laksana” al-Quran. Al-Quran penjelasan Allah secara
global dan umum, Seperti Pancasila yang hanya lima sila saja aturan umum
negara. Karena keumuman Pancasila dibuatkanlah UUD 1945 sebagai
penerjemahan dan penjelasan terhadap keumuman Pancasila tersebut, persis
seperti Al-Quran yang dijelaskan oleh al-Hadis, yang kemudian
dijabarkan dalam Ijma’-ijtihad para ulama. UUD 45 pun masih sangat umum,
maka diperlukan legislasi berupa peraturan-peraturan perundang
-undangan, atau peraturan pemerintah, sebagai penjelasan konkrit dari
Pancasila dan UUD 45. (Dokumen pribadi, Kaset Rekaman Pengajian
Maulanassyaikh).
Sosok Maulanassyaikh sungguh sangat berani memberikan penjelasan
tentang konsep Negara yang seolah-olah menyamakan dengan konsep dasar
Agama Islam; Al-Qur’an dan al-Hadis. Ini menunjukkan betapa tegasnya
Maulanassyaikh terhadap konsep bernegara dan berbanga.
Ketiga:Kiprah dalam dunia Politik dan kemanusiaan.
Pemikiran politik Kebangsaan Maulanassyaikh sesungguh sudah
digelorakan saat penjajahan Belanda maupun Jepang. Sebagai bukti sejarah
kita lihat periodenisasi pergerakan politik kebangsaan yang dimulai
dari:
A) Pergerakan Sosial-keagamaan Pra-Kemerdekaan RI (1936-1945)
Membuka pesantren al-Mujahidin, 1934 M, pesantren al-Mujahidin awalnya
adalah sebuah musalla yang didirikan oleh ayahnya, Tuan Guru Haji Abdul
Madjid sebelum ia pulang ke Lombok. Sedianya mushalla ini akan dijadikan
sebagai tempat mengajarkan agama seperti layaknya tuan guru-tuan guru
pada umumnya saat itu.
Gerakan Perjuangan Kemerdekaan Gerakan al-Mujahidin.
Mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyyah (NWDI) 17
Agustus 1936 M Izin dari Pemerintah Belanda, pada tanggal 15 Jumadil
Akhir 1356 M/22 Agustus 1937 M (NWDI) diresmikan. Mendirikan Madrasah
Nahdlatul Banat Diniyyah Islamiyyah (NBDI) 15 Rabi’ul Akhir 1362 H/ 21
April 1943 M. Pergerakan keagamaan NWDI menyebar ke seluruh wilayah
Lombok sehingga dalam rentang waktu 1937-1945 telah berdiri sembilan
buah cabang madrasah NWDI.
Gerakan dua madrasah tersebut membuktikan bahwa pergerakan tanah air
dimulai dari pengkaderan di madrasah yang diorientasikan menjadi anjum
nahdlatul wathan, bintang-bintang pejuang Nahdltul Wathan dan hasil dari
kaderisasi tersebut terbukti dengan menyebarnya para alumni di seluruh
pelosok desa yang kemudian bergerak di wilayah masing-masing sesuai
dengan bakat dan kemampuan mereka. Sehingga dalam waktu yang relatif
singkat madarasah NWDI-NBDI tersebar di mana-mana.
Maulanassyaikh tercatat sebagai pelopor kemerdekaan tercatat sebagai
inovator pendidikan modern di NTB.Tercatat sebagai abul madaris wal
masaajid ribuan sekolah madrasah dan masjid yang didirikannya NTB
Khususnya Lombok disebut pulau seribu masjid dan seribu pesantren dan
Santren. Beliau tercatat sebagai Pengembang Sosial, Pemberantas buta
aksara, Pengembang Pertanian, Penurun angka kematian bayi, dan ibu
melahirkan melului KB.Tercatat sebagai pelestari budaya masyarakat.Ini
saja sudah cukup untuk sebuah nilai Kepahlawanan untuk beliau.
Masuknya Belanda untuk menjajah Pulau Lombok, juga menjadi perhatian
Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sekaligus menentukan
sikapnya terhadap penjajahan secara umum. Sikap itu juga banyak
bertumpu pada pengalaman hidupnya sendiri yang mengalami masa penjajahan
tersebut, baik oleh Belanda, Jepang, maupun NICA. Bagi Maulanassyaikh
TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid, penjajahan, bagaimana pun bentuknya
adalah eksploitasi manusia atas manusia yang lain. Ini menghalangi
seseorang untuk hidup secara bebas dan merdeka. Padahal diakui bahwa
kebebasan dan kemerdekaan merupakan modal dasar yang sangat penting bagi
pengembangan dan pembangunan masyarakat. Atas dasar asumsi ini,
penjajahan merupakan sesuatu yang sangat ditentangnya.
Sebagai bentuk penentangan Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid
terhadap penjajahan, Maulanassyaikh menempuh berbagai macam cara.
Pertama, mengerahkan anggota keluarga dan murid- murid Maulanassyaikh
untuk maju berperang secara fisik melawan kekuasaan kolonial di Pulau
Lombok. Dua di antaranya saudaranya (TGH. Muhammad Faisal dan TGH. Ahmad
Rifa’i). TGH. Muhammad Faisal dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Selaparang yang berlokasi di jantung Kota Selong, ibu kota Kabupaten
Lombok Timur. Bahkan lokasi Taman Makam Pahlawan tersebut tidak lain
adalah tanah miliknya sendiri yang dihibahkan kepada negara untuk
mengenang jasa pahlawan bangsa. Kedua, menolak permintaan Belanda dan
Jepang yang menginginkan agar dirinya menjadi penasehat kolonial di
Lombok. Walau tidak secara tegas melarang berkuasanya pemerintahan
kolonial, namun Maulanassyaikh memberikan alternatif yang sebenarnya
secara substansial tidak menghendaki adanya penjajahan. Maulanassyaikh
mensyaratkan keadilan dan kebijaksanaan terhadap rakyat sebagai syarat
bagi “pemerintahan” Hindia Belanda dan Jepang. Namun demikian, pandangan
ini sepertinya bersifat diplomatis belaka, dan tidak merupakan sikapnya
yang sebenarnya. Ini terbukti dalam beberapa karangannya, seperti Hizib
Nahdlatul Wathan, ia mengecam penjajah dan orang-orang yang bergabung
atau menjadi alat penjajah. Mereka yang disebut terakhir dinamainya
dengan pengkhianat bangsa, negara, dan agama. Ketiga, mengajak keluarga,
murid, dan jama’ah Nahdlatul Wathan untuk membentengi diri dengan doa
agar terpelihara dari kebiadaban penjajah dan agar madrasah-madrasah
Nahdlatul Wathan tetap membaca Hizib Nahdlatul Wathan. (Mohamad Nor,
dkk, Visi Kebangsaan, h.45-50).
Ini tak bisa dinapikan pendidikan politik untuk masyarakat tdk
dilepaskan dengan keterlibatan politik Nahdlatul Wathan yang dirintis
sejak 1934 NWDI 1942 NBDI dan NW 1953.Artinya dengan ada ini masyarakat
melek politik melek budaya dan melek secara intelektual.
Dalam kata pengantar yang ditulisnya pada Hizib Nahdlatul Wathan disebutkan :
Hizib Nahdlatul al-Wathan mendengung di dunia Madrasah Nahdlatul Wathan
Diniyah Islamiyah di Pulau Selaparang (Lombok) ini, yaitu mulai dari
sejak beberapa bulan pendaratan tentara Jepang (Nipon) di Pulau Jawa
dengan ganasnya yang mengakibatkan bahwa madrasah–madrasah
(sekolah–sekolah agama) di seluruh kepulauan Indonesia lebih daripada
enam puluh persen (60%) gulung tikar atau digulung langsung oleh Jepang
atau oleh kaki tangan Jepang (pengkhianat nusa, bangsa, tanah air, dan
agama) setelah berdirinya Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah
(madrasah untuk kaum hawa) pada 21 April 1943 M, disusun pula Hizib
Nahdlatul Banat yang didengungkan pagi sore oleh kaum pelajar Madrasah
Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah dan pelajar Nahdlatul Banat Diniyah
Islamiyah sudah sedia setiap saat dengan hizib mereka yang mengandung
beberapa ayat Allah, beberapa hadits Rasulullah, dan beberapa asma
Allah. Maka dengan limpah pertolongan Rab al-âlamîn dengan berkah asrar
(rahasia–pen) kedua hizib yang diwiridkan (diamalkan) pagi sore itu,
kedua madrasah tersebut selamat (terpelihara) daripada keganasan ancaman
Jepang dan ancaman kaki tangan Jepang, sekalipun berkali–kali mereka
datang di Pancor (madrasah) bemaksud menutup (membubarkan) madrasah
Walikin yadullâh fauqa aidîhim.
Selanjutnya selamat pulalah keduanya daripada kekejaman ancaman NICA
akibat penyerbuan guru–guru Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyah
serta beberapa murid–muridnya pada kubu pertahanan NICA di Selong, yang
membawa bukti Sabil (syahidnya) saudara kandung kami Al-Ustaz Al-Hajj
Muhammad Faisal Abdul Madjid yang menjelmakan taman bahagia (maksudnya:
Taman Makam Pahlawan) di Selong.
Cara pandangnya terhadap penjajahan (Kolonialisme) hampir sama dengan
cara pandang masyarakat di Asia. Menurutnya, penjajahan sekalipun
merupakan eksplolitasi politik, ia juga merupakan penjajahan agama.
Karena dalam tindak-tanduknya, penjajah selalu berusaha untuk mematikan
suasana keberagamaan yang hidup di tengah masyarakat, di samping adanya
perbedaan agama antara bangsa penjajah dengan bangsa terjajah.
Keempat, dengan mendirikan madrasah (sekolah) yang bertujuan untuk
membekali murid–muridnya dengan kecakapan–kecakapan ilmiah yang
memungkinkannya untuk menumbuhkan daya pikir dan nalar. Hal ini memiliki
arti penting dalam konteks perlawan terhadap penjajahan. Biasanya
persoalan yang banyak mendorong penjajah dengan mudah memasuki suatu
wilayah untuk dijadikan sebagai daerah jajahan karena masyarakat yang
mendiami wilayah tersebut memang lemah di bidang pendidikan.
Di antara madrasah atau Pondok Pesantren yang ada di Pulau Lombok,
Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah merupakan satu–satunya
Pondok Pesantren yang semenjak dini mengajarkan baca tulis dengan ejaan
latin, di samping ejaan Arab. Bahkan termasuk Pondok Pesantren yang
paling awal memasukkan ilmu–ilmu umum, seperti berhitung, sebagai salah
satu mata pelajaran.
Dengan demikian target yang ingin dicapai dari proses pendidikan yang
dilakukan adalah agar murid–muridnya memiliki kecerdasan dan memiliki
bekal ilmu, baik agama maupun umum, sebagai bahan untuk memerdekakan
diri dari kungkungan kebodohan menuju pembebasan dari kungkungan
penjajahan. Pemikiran ini jelas sangat ideal, untuk tidak mengatakan
terlampau ideal dengan konteks masyarakat dan kondisi Pulau Lombok pada
saat itu. Pemikiran ini memiliki daya jangkau ke depan yang sangat jauh,
lebih dari sekedar bagaimana membebaskan diri dari belenggu
kolonialisme.
Atas dasar pemikiran inilah kemudian ia menilai Madrasah Nahdlatul
Wathan Diniyah Islamiyah sebagai kenang–kenangan yang sangat berharga
untuk pulau Lombok. Keberhargaan ini bukan saja disebabkan karena
tujuannya untuk masa depan, tetapi juga karena didirikan oleh masyarakat
Lombok sendiri. Ini berarti bahwa semenjak awal masyarakat Lombok
memiliki kesadaran yang cukup tinggi pada upaya–upaya membebaskan diri
dari penjajahan kolonial dan kungkungan kebodohan. Ia merekam hal ini
dalam beberapa bait syairnya :Aduh sayang!Nahdlatul Wathan pusakamu
sendiri, Dilahirkan Tuhan di Lombok ini, Ciptaan Sasak Selaparang Asli,
Wajib dibela sampai akhirati. Aduh sayang! Pelitia NTB bertambah
terangnya, Karena NW lahir padanya, Berpartisipasi dengan megahnya,
Membela Agama Nusa Dan Bangsa.
B). Pergerakan Sosial-keagamaan Revolusi Kemerdekaan (1945-1949)
Perjalanan NWDI-NBDI dalam perjuangan mempertahankan eksistensi diri
sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan sangatlah
berat, di mana penjajahan Belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia,
maka konsekuensinya adalah seluruh kekuatan dan potensi yang dimiliki
oleh anak bangsa dipertaruhkan untuk membela kemerdekaan Republik
Indonesia. Dalam konteks ini NWDI-NBDI dan seluruh jajarannya mengambil
bagian untuk membela tanah air dan membela jati diri bangsa dan agama
dari tangan penjajah.
Sejarah menceritakan bagaimana para murid-murid awal NWDI berjuang
mati-matian membela tanah air demi mempertahankan kemerdekaan yang sudah
diraih dengan tebusan jiwa dan raga. Pendiri NBDI-NWDI dan NW tampil
kepermukaan untuk memimpin pertempuran melawan penjajahan yang ingin
mempertahankan jajahannya di bumi pertiwi, sehingga tebusan untuk
membela negara tersebut, adik kandung TGKH.M.Zainuddin AM menjadi saksi
atas perjuangan mereka dalam konteks mempertahankan kemerdekaan, para
syuhada’ yang merupakan penerus dan pelanjut NWDI antara lain, TGH.
Muhammad Faishal AM, Sayyid Saleh dan Abdullah, menjadi saksi sejarah
betapa berat dan kerasnya perjuangan Pendiri NWDI, NBDI, dan NW
mempertahankan kedaulatan RI dari tangan penjajah.
C). Pergerakan Sosial-keagamaan pada Era Orde Lama (1949-1965).
NW sebagai sebuah organisasi Islam yang lahir di Bumi Selaparang,
membuktikan dirinya sebagai organisasi yang tetap konsistent dalam
prinsip dan responsif terhadap perkembangan zaman, maka NW selalu dapat
menyesuaikan diri dengan era di mana NW itu berada. Keberadaan NW di
Orde Baru, jelas terjadi pasang surut atau terjadi dinamika di dalamnya,
tapi secara umum NW tetap eksis mempertahankan dirinya sebagai
organisasi yang bergerak dalam ranah pendidikan, sosial dan dakwah,
meskipun era orde lama, stabilitas politik dalam negeri masih kurang
kondusif, tapi peluang itu bisa ditangkap oleh Pendiri NW ini untuk
memanfaatkan sebaik mungkin guna mempertahankan eksistensi NW dan
berikut perjuangannya dalam bidang sosial keagamaan. Tidak sedikit
keberhasilan yang diraih oleh NW pada era ini dalam hal memajukan
pendidikan, mensejahterakan rakyat melalui lembaga-lembaga sosial yang
dibina oleh NW.
D). Pergerakan Sosial-Keagamaan pada era Orde Baru (1966-1997)
Peralihan orde lama ke orde baru sangat memberikan corak terhadap
pergerakan organisasi Nahdlatul Wathan. Dengan bertambah usianya NW
secara tidak lansung lebih matang dalam mengembang amanat umat dan lebih
siap untuk berkonpetisi dengan organisasi-organisasi yang lain. Era
Orde Baru bagi NW dapat dikatakan sebagai era yang paling banyak
melahirkan lembaga-lembaga pendidikan, sosial, dakwah dan budaya, karena
memang orde baru secara priodenisasi sangat lama sekitar 32 tahun. Yang
pasti di era ini NW telah banyak memberikan sumbangan pembangunan untuk
NTB dan Indonesia dalam segala bidang, baik bidang pendidikan, sosial,
ekonomi, kesehatan, pariwisata dan budaya.
Tiga hal inilah menurut pembacaan penulis sebagai alasan akademis
dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Tulisan ini terkandung maksud
untuk menjadi refleksi Hultah NWDI 83 di Pondok Pesantren Syaikh
Zainuddin NW di Anjani sekaligus menjadi pembelajaran yang sangat
penting dan bersejarah yang kemudian kita para pelanjut misi NW dapat
belajar banyak dari segala aspek pemikiran dan perjuangan Maulassyaikh
TGKH.M.Zainuddin AM. Semangat Patriotisme, Semangat perjuangan, Semangat
pendidikan, semangat pengabdian, dan semangat pergerakan kemadrasahan
dan keummatan sepenuhnya tercukupi dalam diri Maulanassyaikh yang harus
terus menjadi role model SDM menuju kesempurnaan perjuangan keummatan
dan kebangsaan.
Selamat membaca semoga tambah barokah keilmuan kita berkat mengenang
jasa guru besar kita Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid, serta
sami’na wa atho’na terhadap pimpinan Organisasi NW, PB NW Ummuna
Al-Mujahidah al-Barrah al-Nasikah Hj.Sitti Raehanun Zainuddin Abdul
Madjid serta Raden Tuan Guru Bajang KH.Lalu Gede M.Zainuddin Atsani,
Sang Kyai Hamzanwadi II). Sekali lagi Selamat HULTAH NWDI KE-83 semoga
NWDI Daiman Abadan. Amin.
Dari Murid yang mengharap berkah gurunya-Abu Ahmadu Robbi Roziqi-Fahrurrozi Dahlan).
0 komentar:
Posting Komentar